SANGGAU - KPERS, Forum Tumenggung bersama perwakilan masyarakat adat menggelar pertemuan dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN)/ATR Kabupaten Sanggau menyampaikan aspirasi dan sikap terkait aktivitas PT Agro Palindo Sakti (APS) Wilmar Group yang beroperasi di Kecamatan Tayan Hulu selama 20 tahun tanpa Hak Guna Usaha (HGU) di Kecamatan Tayan Hulu, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat.
Pertemuan tersebut dihadiri oleh empat orang Tumenggung serta sekitar 30 orang peserta lainnya yang terdiri dari pengurus adat dan unsur masyarakat.
Kepala BPN Kabupaten Sanggau, Candra, menyampaikan bahwa pertemuan ini adalah respon positif dari BPN menyikapi perkembangan isu yang beredar dimasyarakat mengenai PT.APS.
Candra berjanji akan menyampaikan hasil pertemuan ini ke kanwil dan ke bupati sebagai bahan kajian dalam menyikapi proses pengajuan HGU PT.APS. Juga akan meneruskan hasil pertemuan kepada pihak-pihak terkait termasuk ke instansi yang membidangi masalah lingkungan hidup karena juga ada dikeluhkan masyarakat sekitar PT.APS.
Candra menegaskan akan melaporkan hasil pertemuan kepada pimpinan di Kantor Wilayah BPN (Kakanwil) serta menyampaikannya kepada pihak PT APS Wilmar Group.
“Saya berjanji akan menyampaikan hal ini kepada pimpinan saya di Kakanwil dan ke PT APS Wilmar Group,” tambahnya.
Dalam pertemuan dikantor BPN tersebut (23/12), Forum Tumenggung secara resmi menyampaikan delapan poin tuntutan bersama, sebagai berikut:
Meminta BPN/ATR tidak menerbitkan Sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) atas nama PT Agro Palindo Sakti (APS) Wilmar Group di Kecamatan Tayan Hulu, Kabupaten Sanggau.
Meminta Pemerintah Kabupaten Sanggau dan DPRD Kabupaten Sanggau konsisten tidak memberikan persetujuan atas permohonan HGU PT APS, mengingat perusahaan telah beroperasi sekitar 20 tahun tanpa memberikan pendapatan kepada Pemda Sanggau.
Mendesak PT APS angkat kaki dari Kabupaten Sanggau, karena dinilai telah membohongi masyarakat selama kurang lebih 20 tahun terkait kejelasan status lahan, di mana para pemangku hak ulayat menyatakan lahan yang dikelola merupakan tanah adat.
Meminta PT APS membayar ganti rugi atas penggunaan tanah adat selama 20 tahun kepada para pemangku hak ulayat.
Mendesak PT APS memberikan kompensasi atas kewajiban CSR yang seharusnya diterima masyarakat selama 20 tahun perusahaan beroperasi.
Meminta penjelasan PT APS terkait pola kemitraan plasma, yang hingga kini belum dikonversi, sementara Pemerintah Kabupaten Sanggau telah memiliki Peraturan Daerah tentang pola kemitraan perkebunan.
Meminta penjelasan pengurus koperasi pengelola plasma PT APS, khususnya mengenai jumlah pendapatan yang diterima petani anggota, termasuk penggunaan istilah “talangan”.
Menuntut pengembalian tanah adat kepada pemangku hak ulayat serta pengembalian tanah masyarakat yang berkedok plasma.
Sementara itu, Ketua Pemuda Dayak Kabupaten Sanggau, Rian, menilai bahwa penanganan persoalan ini belum maksimal, karena pihak perusahaan tidak dihadirkan dalam pertemuan.
“Kami menilai BPN kurang serius menyikapi persoalan ini karena PT APS Wilmar Group tidak dihadirkan, sehingga banyak hal tidak bisa diklarifikasi secara langsung,” ujar Rian.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak PT Agro Palindo Sakti (APS) Wilmar Group belum memberikan keterangan resmi terkait tuntutan dan pertemuan tersebut.
(Sarel)
Komentar